Sigi Wimala Photo Gallery - Sexy Pink Dress
Setelah banyak hal, akhirnya bisa juga mewawancara Sigi Wimala perihal film pendeknya yang berjudul "Gay/Tidak". Wajib ditonton, dan kalau sudah, wajib membaca wawancara ini. Terserah mau mulai yang mana duluan, tapi karena sudah terlanjur tercemplung kesini, mending dibaca dulu wawancaranya, baru nonton filmnya. Yuk!
1) Kesibukan belakangan ini?
Kesibukan aku sekarang: aku masih sibuk jadi ibu rumah tangga, anakku masih 5 bulan dan karena semuanya aku yang mengurus jadi aku break dulu dari pekerjaan dan di rumah jadi stay home mom.
2) Ceritakan soal perjalanan karier Kak Sigi, dong!
Awalnya aku ikutan kontes Gadis Sampul tahun 1999, itu sebenernya bukan mengincar jadi modelnya melainkan hanya sebatas hadiah-hadiahnya, karena waktu masih jaman sekolah dulu maunya banyak tapi jarang dibelikan oleh orangtua. Tahu kalau finalis gadis sampul dapat hadiahnya banyak, termasuk barang-barang yang aku pengen (Baby G, sepatu, baju, etc) akhirnya aku iseng kirim foto. Ternyata masuk finalis, dan menang. Sejak itu aku tanpa disadari terbawa arus ke profesi modeling. Aku jadi sering traveling, termasuk tinggal di Hongkong untuk modeling.
3) Belakangan ini, selain bermain film, Kak Sigi juga merambah dunia belakang layar. Tolong ceritakan awal mulanya menyutradarai film pertama kali dan perasaannya bagaimana!
Dari dulu aku ingin sekali jadi film maker, waktu SMA aku ambil short course film editing, fotografi dan animasi 3D. Semua beserta gadgetnya aku bayar sendiri dengan uang hasil modeling. Tapi sekolah perfilman di sini kurang pilihan, dan orangtua juga tak mengijinkan. Karena kebetulan aku juga suka arsitektur dan interior, orangtua juga mendukung, akhirnya aku ambil arsitektur di Univ. Tarumanagara.
Baru pada akhirnya 2 tahun terakhir aku memberanikan diri. Aku nekat menerima tawaran menyutradarai music video band RAN yang berjudul Thank God It’s Friday. Walau sedang hamil dan diberi waktu produksi yang terbatas banget, hasilnya not too bad. Hahaha. At least, aku merasakan dan belajar menjadi sutradara. Setelah itu dapat tawaran untuk jadi sutradara selebritis di LA Indie Movie, mendapat kesempatan ini aku benar-benar memaksimalkan peluang. Aku menjadikan kesempatan ini sebagai portfolio pertama aku sebagai film maker. Aku menjalaninya serius banget, semua prep dan proses produksi aku turun tangan. Karena aku ingin belajar sebanyak mungkin.
4) Saya telah menonton salah satu film Kak Sigi berjudul “Gay/Tidak” dan menurut saya itu film berdurasi pendek yang sangat berirama. Bisa jelaskan bagaimana rasanya menyutradai film itu, apa ide awalnya, proses pemilihan pemainnya, dan hal-hal ribetnya?
Pada awalnya saya diberi script dari pihak Set film yang berjudul ‘Sebentar Lagi Saya Menjadi Gay’ yang bercerita tentang Anto yang sering bermimpi dikejar-kejar sama banci (transvestite) hingga ia jadi paranoid kalau dia gay karena mimpi-mimpi itu. Sebagai sutradaranya aku harus yakin benar dengan skripnya, sehingga aku melakukan research sendiri mengenai tema ini.
Gay and transvestite adalah hal yang sangat berbeda dan sering disalahartikan. Banyak di TV kita lihat cowok bertingkah banci sebagai guyonan belaka dan banyak yang mengartikan mereka sebagai gay. Aku tidak mau seperti itu, karena gay pada kenyataannya menyangkut perasaan juga. Tidak semua orang gay itu banci dengan dandanan cewek/feminim. Itu yang ingin aku sampaikan.
Sebagai sutradara aku punya kewajiban untuk membuat penonton merasakan sesuatu, baik simpati kepada protagonisnya ataupun merasakan apa yang terjadi. Dan aku sadar tema ini cukup kontroversial apalagi di negara seperti Indonesia, jadi aku punya tantangan untuk memperhalus dan mempertegas pada saat yang bersamaaan. Aku tak ingin penonton yang ada tendensi homophobic jadi jijik menontonnya. Jadi, aku sedikit alter skripnya dan membuatnya lebih subtle dan romantis selayaknya sebuah drama.
Untungnya aku didukung oleh team yang kooperatife. DOP (kameraman)-nya adalah temanku dan kita mempunyai visi yang sama, dia tahu keinginanku membuat semua gambar cantik dan romantis. Dan pemain-pemainnya luar biasa dalam memerankan karakter2nya, sangat natural. Aku sengaja memakai wajah-wajah baru karena akan lebih dekat ke penonton.
5) Mana yang lebih Kak Sigi suka, menjadi model, menjadi pemain film, atau menyutradarai film? Alasannya?
Aku tahu benar aku mencintai film making. Saat melakukan syuting film ini, aku benar-benar merasakan kepuasan yang luar biasa. Bagaimanapun stres dan menakutkan setiap tantangannya, aku menjalaninya tanpa beban. I wish I could do this for a living. Susah memang menjadi sutradara yang baik apalagi pasar film kita didominasi film crappy yang berbau sex dan mistis (such a boring combo). My husband, he is a very talented director. Dia juga berjuang untuk membuat film yang berkualitas. So at least I’m in the same boat with him.
6) Apa ekspektasi dari Kak Sigi saat ada orang yang menonton “Gay/Tidak”? Apa tujuan dari pembuatan film ini? Kenapa juga dipilih tema homoseksual?
By the way, “Gay/Tidak” judulnya diganti untuk kebutuhan festival menjadi BoyCrush. Lebih sesuai dengan cerita. Tujuan sih pasti agar penonton experience 12 menit visually and emotionally. Tema homosexual hanyalah tema. Siapapun bisa jatuh cinta meskipun homosexual. Membuka sedikit perspektif saja. I just like this theme. I’m also writing a new script with the same theme.
7) Apa planning ke depan setelah menyutradarai film, memainkan film (yang menjadi salah satu film thriller terbaik di Indonesia), dan memiliki keluarga kecil?
I wanna be a good wife, a good mom and a damn good film maker.
8) Mimpi apa yang masih belum Kak Sigi bisa wujudkan?
Bikin feature film dan masuk Festival Film Internasional.
Comments (0)
Posting Komentar